Wednesday, July 25, 2007

Memberi.. atau menambah 'nilai' ?

Seorang teman berpendapat
kalau kita hanya tertuju pada gaji, kita akan menjadi orang pelit. Individualis. Bahkan bisa jadi tamak, loba. Karena berapapun sebenarnya nilai gaji setiap orang, dia tidak akan pernah merasa cukup.
Ia bertanya, Punya uang sepuluh ribu. Makan bakso enam ribu. Es campur tiga ribu. Yang seribu kita berikan pada pengemis, "berapa sisa uang kita?"
Jawabnya "Kita masih memiliki sisa seribu rupiah. Dan seribu rupiah itu abadi. Bahkan memancing rezeki yang tidak terduga."
Ia menjelaskan "Habis jika kita masih memakai logika matematis. Tapi cobalah tinggalkan pola pikir itu dan beralihlah pada logika sedekah. Uang yang seribu itu dinikmati pengemis. Jangan salah, bisa jadi puluhan lontaran doa keberkahan untuk kita keluar dari mulut pengemis itu atas pemberian kita. Itu baru satu pengemis. Bagaimana jika kita memberikannya lebih. Itu dicatat malaikat dan didengar Allah. Itu menjadi sedekah kita pada Allah dan menjadi penolong di akhirat. Sesungguhnya yang seribu itulah milik kita. Yang abadi. Sementara nilai bakso dan es campur itu, ujung-ujungnya masuk WC."
Ada beberapa hal yang juga hendak saya ceritakan. Alasan saya bersedekah, tidak bersedekah [atau apalah namanya] dan hal-hal yang berhubungan dengannya...

Saya jarang sekali memberi pengamen uang. Jika saya memberi, alasan-alasannya adalah: [1] suaranya enak didengar, dan performance-nya menarik [2] jika tidak diberi, pengamen tersebut teriak-teriak dan mengamuk [3] saya memang ingin memberi. Saya punya warung, banyak sekali pengemis dan pengamen yang datang. Yang saya beri adalah pengamen yang memang ingin saya beri, misal: ada 2 orang pengamen yang benar-benar dapat menghasilkan musik yang indah dari seruling dan harmonikanya. Lalu, ada juga pengamen yang kebetulan waria, dan jika datang ber-banyak, lebih dari 3. Jika tidak diberi mereka selalu teriak-teriak dan memaki. Demi tetap terciptanya suasana yang adem ayem di warung, maka saya memilih memberi mereka [atau jika pelanggan sudah ada yang memberi ya saya tidak memberi lagi]. Itupun saya tidak selalu memberi mereka. Cara mereka memaki-maki sudah membuat saya tidak respect terhadap mereka. Satu lagi, ada 2 anak kecil yang suka ngamen di warung. yang pertama namanya Maliq, Maliq ini nakal sekali, suka memukul dan kurang ajar. Yang kedua bernama Andre, ramah, sopan, pintar dan menyenangkan. Dia malah lebih sering datang ke angkringan untuk mendengarkan kami-kami bercerita [Andre paling suka bahasan ilmu pengetahuan] daripada dia ngamen [dia sendiri yang bilang begitu]. Namun lucu sekali, bila dia memang ingin ngamen, maka dia akan bernyanyi dengan sungguh-sungguh bak penyanyi band, dan harunya, kalo ngambil jajanan di tempat saya.. dia selalu mbayar. Saya lebih suka memberi Andre ini buku, karena memang dia suka sekali membaca. Dan untuk Maliq, saya pernah memberi dia roti serta sebuah gelang [hand made], saya bilang gelang itu tanda pertemanan kami, karena kami sudah berteman maka saya minta dia untuk tidak nakal apalagi mengganggu tamu2 saya. Berhasil!!! sampai sekarang tidak pernah lagi Maliq ini rewel di warung saya.. It seems to me, lebih dalem ketika dia menerima gelang tanda pertemanan dari saya daripada uang-uang yang pernah saya berikan. Well tapi itu semua tidaklah terlalu saklek, saya ya pernah juga memberi pengemis karena kasihan. Untuk para pengemis, saya cenderung untuk tidak memberi, kecuali saya yakin benar mereka cacat, lumpuh dan benar-benar tidak mampu beraktifitas apapun. Saya masih punya pemikiran, mereka yang tidak cacat itu masih bisa koq bekerja, menjadi buruh, pembantu, tukang dan sebagainya.

Kebetulan, saya tidak memegang prinsip pahala atau apapun itu namanya. Bukan berarti saya tidak menghormati orang-orang yang berprinsip tersebut. Memang benar, yang dikatakan seorang teman, bahwa gaji berapapun tidak akan cukup. Itu wajar, karena setiap orang selalu punya mimpi dan keinginan yang lebih setiap harinya. Buat saya, mimpi dan keinginan saya tersebut menjadi salah satu pemacu saya untuk bekerja . Saya pernah kerja lembur, karena dengan kerja lembur tersebut saya mendapatkan tambahan, dan tambhan tersebut bisa saya bawa sebagai sangu ketika saya melakukan penelitian di Jakarta. Nah itu, seperti begitu itu contohnya. Mungkin untuk beberapa orang hitungan logika antara gaji dan pengeluaran saya tersebut tidak bijak. Tapi sungguh, ketika saya memang sedang defisit, saya cenderung menyimpan uang sisa gaji saya untuk jaga-jaga ataupun ya untuk hidup selanjutnya, daripada saya berikan ke pengemis [pengemis dan pengamen yang common], meskipun dalam keadaan tertentu mungkin jg saya memberikan uang ke orang lain. Dan ini bukan karena saya sombong atau apa. Memang otak saya belum bisa atau tidak akan bisa berpikir bahwa memberi ke pengemis tersebut akan lebih baik drpada menyimpan sisa uang gaji saya misalnya. Untuk hal yang satu ini, begitulah cara saya berpikir.

However, saya pernah memberi uang teman saya yang benar-benar sedang kesusahan, dengan dasar pemikiran... 'Saya ini perantara yang dipakai Tuhan untuk menolong si A [teman saya].' Bukan dengan pemikiran jika saya menolong dia, maka berkah buat saya akan semakin banyak. Jika saya sedang berkecukupan ataupun berlebih, dan saya ingin memberi ke orang lain, itu karena memang saya ingin memberi, orang tersebut butuh pertolongan dan saya merupkan perantara berkat Tuhan buat mereka-mereka yang telah saya beri. Ibaratnya, saya sebagai saluran berkat begitulah. Frankly, saya ingin menjadi orang yang mapan, punya kebebasan finansial dan syukur2 kaya []. Dengan itu semua, saya bisa punya power, kedudukan dan dengan ini juga saya mampu membka lapangan pekerjaan, lembaga pendidikan [dengan biaya yang tidak mahal], pokoqnya membuat apa sajalah yang berguna untuk orang lain [terutama lower class society]. Teman saya pernah bilang, congkak banget sih saya ini, punya keinginan koq untuk menjadi kaya. Waktu itu saya cuma tertawa, dengan tetap masih becanda, 'namanya juga keinginan, khan bebas saja'. But its true, saya benar-benar ingin hidup saya semakin ke depan semakin mapan, supaya saya bisa membuka lapangan pekerjaan lain lagi [selain warung saya, yg pegawainya masih 2] hehe..

well, cerita lain lagi.. Kebetulan saya ini tipe yang rapi, suka bersih-bersih dan teratur [saya semakin yakin akan karakter ini karena makin banyak pula yang bilang], dan saya tidak terlalu suka menyimpan barang-barang bekas, yang sudah tidak terpakai. Pokoqnya kalo sudah rusak dan rasanya tidak akan bermanfaat banyak, dibuang saja dech. Saya punya asisten di rumah, hahaha, asisten saya yang tidak lain adalah mbak yang bekerja di rumah saya, Dia sudah hafal sekarang, dan hampir seperti saya, suka bersih-bersih juga, dan sudah pintar pula dia memilih mana yang harus dibuang dan mana yang tidak [meskipun kadang masih bertanya]. Contoh-contoh barang yang akan saya 'hengkangkan': koran bekas, majalah, kardus, blender, aduh pokoqnya masih banyak lagi dech. Nah ada beberapa cara saya 'memusnahkan' barang tersebut. Kalo koran dan majalah, maka akan diambil tetangga saya dekat rumah, dan kemudian akan dijualnya. Saya pernah jga tuh dulu menjual koran dan majalah bekas, tapi setelah saya pikir, mendingan dijual tetangga saya itu saja dan uangnya bisa dipakai mereka. Kardus akan dikemas menjadi lembaran-lembaran, ini juga sudah akan ada yang mengambil, para pemulung yang 'langganan' di tempat saya. Oh iya begitu juga dengan botol. ehmh apa lagi yah, sebenernya baju dan sepatu juga demikian, kalo lemari dan rak baju serta sepatu-sandal sdh penuh, juga langsung saya pilih dan saya hibahkan, bisa ke mbak asisten saya itu, ke tetangga, ke mantan orang yg pernah kerja di rumah, ke siapa aja dech, bisa juga ke temen n sepupu jika mereka menginginkannya. Suami saya dulu awalnya juga keheranan dengan 'habit' saya yang ini, 'koq iso yo', katanya begitu..Saya tidak tahu yah, cerita yg terakhir tentang saya ini dikategorikan sebagai apa.. Tapi yah begitulah saya dengan salah satu habit saya, dan begitulah cara saya 'mencintai dan berbagi' dengan sesama.. bad or good... i just dunno [from others side], but to me, that's just the way I love them.